Tarif anti-dumping China terhadap Indonesia akan mempengaruhi harga bijih nikel

China secara resmi akan memberlakukan bea masuk anti-dumping sebesar 20,2% terhadap billet baja tahan karat dan lembaran canai panas serta produk lainnya dari Indonesia, yang akan berlaku mulai 1 Juli 2025 dan memperpanjang masa berlakunya selama lima tahun hingga 2030.Kebijakan ini tidak hanya menyasar Indonesia, tetapi juga produk serupa dari Uni Eropa, Inggris, dan Korea Selatan. Asosiasi Pertambangan Nikel Indonesia mengatakan bahwa kebijakan tersebut akan menekan harga bijih nikel dan juga mempengaruhi industri hulu karena penurunan permintaan bijih nikel humus sebagai bahan baku, yang pada akhirnya dapat menekan harga jual dan pendapatan negara bukan pajak. Smelter pirometalurgi di tempat-tempat seperti Kawasan Industri Morowali (IMIP) di Sulawesi Tengah dan Kawasan Industri Wetawan (IWIP) di Maluku Utara dapat berisiko mengalami kelebihan kapasitas dan stagnasi. Hal ini juga dapat mendorong investasi untuk beralih ke hidrometalurgi yang terkait dengan industri baterai, yang mengarah pada ketidakseimbangan dalam pengembangan rantai industri nikel. Ketergantungan jangka panjang pada satu pasar ekspor dan produk primer akan mengakibatkan hilangnya peluang untuk diversifikasi produk dan pasar.20,21 Tarif tambahan pada TP3T telah membuat produk baja nirkarat Indonesia menjadi tidak kompetitif di pasar Cina, dan para eksportir mulai mencari pasar alternatif, seperti Jepang, India, Amerika Serikat, dan Eropa. Namun, pergeseran pasar tidaklah mudah dan membutuhkan penyesuaian kualitas produk, memperoleh sertifikasi internasional, dan beradaptasi dengan peraturan dan standar di negara tujuan yang berbeda. Menanggapi proteksionisme global, industri dalam negeri Indonesia perlu mendorong pengembangan produk baja nirkarat bernilai tambah tinggi, termasuk produk canai dingin dan produk lapis, serta produk akhir seperti pipa baja nirkarat, layanan teknis dan campuran logam khusus (premixed gold).