Proyek-proyek pengolahan sampah menjadi energi di Indonesia menghadapi tantangan finansial dan teknis
Pemerintah Indonesia berencana untuk membangun pembangkit listrik tenaga sampah (WtE) di 33 provinsi di seluruh Indonesia untuk menyelesaikan masalah sampah perkotaan dan meningkatkan pasokan energi hijau. Proyek ini diperkirakan akan memiliki total investasi sebesar 300 triliun rupiah dan akan dibiayai terutama oleh Badan Pengelola Investasi Nasional (Danantara). Menteri Koordinator Perekonomian mengkonfirmasi bahwa proyek ini sepenuhnya didanai oleh Danantara, namun Menteri Keuangan sebelumnya mengatakan bahwa proyek ini mungkin akan didanai dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN).
Selain itu, pemerintah daerah perlu menyediakan lahan dan memastikan pasokan sampah selama 20 tahun, tingkat pembuangan sampah saat ini hanya 60% dan 40% masih dibuang; 70% sampah Indonesia adalah sampah organik dengan kelembapan tinggi, yang membutuhkan pra-pemrosesan untuk meningkatkan biaya; dan biaya untuk menghasilkan sampah menjadi energi (5-13 juta USD/pembangkit) lebih tinggi daripada biaya pembangkit listrik tenaga surya/listrik tenaga air.
Para akademisi UGM menyatakan bahwa mengalihkan tanggung jawab pengelolaan sampah kepada pengembang akan membuat pengelolaan sampah menjadi tidak layak secara ekonomi; IESR menekankan bahwa puluhan fasilitas harus dibangun secara bersamaan untuk mencapai target "nol sampah" pada tahun 2029; dan Celios menyatakan bahwa biaya pemilahan dan pengangkutan sampah dapat meningkatkan harga listrik.
Pemerintah saat ini sedang merevisi peraturan presiden yang mengusulkan untuk menghapuskan biaya pembuangan sampah yang dibayarkan oleh pemerintah daerah dan sebagai gantinya menanggung risiko tersebut pada pengembang. Analisis menunjukkan bahwa jika tidak direncanakan dengan baik, proyek ini dapat menjadi beban baru bagi kas negara.