Badan Penanaman Modal Indonesia mengambil alih restrukturisasi utang Yavan Express Railway

Kereta Cepat Jakarta-Bandung (High Speed Rail/HSR), sebuah mega-proyek di bawah pemerintahan mantan Presiden Joko, sebagian besar dibiayai oleh pinjaman dari China Development Bank (CDB), dan sisanya berasal dari APBN dan modal dari konsorsium BUMN Indonesia dan China.
Proyek ini telah beroperasi sejakKonstruksi dimulai pada tahun 2016 dengan biaya yang membengkak sebesar $1,2 miliar, atau sekitar 18,02 triliun rupiah. Sebagai hasil dari audit bersama oleh kedua negara.Total biaya konstruksi mencapai $7,27 miliar, atau sekitar 108,14 triliun rupiah.
Badan Penanaman Modal Indonesia (BPI Danantara) berencana untuk merestrukturisasi utang Yavan Express Railway, kepala eksekutifnya mengatakanRencana tersebut sedang dikaji untuk memastikan bahwa proses restrukturisasi bersifat komprehensif dan bukan hanya masalah yang tertunda. COO menyatakanSejumlah solusi akan diusulkan kepada pemerintah, tetapi belum ada rincian spesifik yang diumumkan.Restrukturisasi ini bertujuan untuk mempertahankan operasi BUMN terkait, khususnya PT Kereta Api Indonesia (Persero), yang merupakan pihak utama dalam konsorsium Indonesia, dan memastikan bahwa operasi mereka di masa depan tidak terpengaruh.
PT KCIC, operator dari Yawan HSR, adalah perusahaan patungan, dengan konsorsium Indonesia (PT Pilar Sinergi BUMN Indonesia, PSBI) memiliki 60% dan konsorsium China (Beijing Yawan HSR Co. Ltd.) memiliki 40%. Komposisi PSBI dan proporsi kepemilikan sahamnya adalah sebagai berikut: KAI Komposisi dan proporsi kepemilikan saham PSBI adalah sebagai berikut: PT Kereta Api Indonesia (KAI) 51,37%, PT Wijaya Karya (WIKA) 39,12%, PT Jasa Marga (Persero) Tbk. 8,30%, dan PT Perkebunan Nusantara I (Persero) 1,21%.